MEMAHAMI PUISI
- Mengungkap judul
- Mengubah larik puisi dengan memperhatikan
enjabemen
( perloncatan larik puisi ) :
DOA
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut nama-Mu
Biar susah sungguh
Mengingat Kau penuh seluruh
Cahya-Mu panas suci
Tinggal kerdip lilin di
malam sunyi
Tuhanku
Aku hilang bentuk
Remuk
Tuhanku
Aku mengembara di negeri
asing
Tuhanku
Di pintu-Mu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling
Ditata menjadi:
//Tuhanku, dalam termangu/aku
masih menyebut nama-Mu// Biar susah sungguh/mengingat Kau penuh
seluruh//
Cahya-Mu panas
suci/tinggal kerdip lilin di kelam sunyi//
Tuhanku, aku hilang
bentuk, remuk//Tuhanku aku mengembara di negeri asing//Tuhanku di pintu-Mu aku
mengetuk/aku tidak bisa berpaling//
- Memperhatikan pertalian makna pada larik dengan
menginterpolasi ( penyisipan: kata, frasa, tanda baca )
DOA
Tuhanku, dalam (keadaan) termangu, aku masih menyebut nama-Mu. Biar
susah sungguh, (aku tetap)mengingat
Kau penuh seluruh. Cahayu-Mu panas (namun) suci,
(bagiku) tinggal kerdip lilin di kelam sunyi.
Tuhanku aku (ke)hilang(an)
bentuk, (aku) remuk. Tuhanku, aku ( seperti orang yang) mengembara di negeri asing.
Tuhanku, di pintu-Mu aku mengetuk. (Bagaimana pun
) aku tidak bisa berpaling (dari-Mu)
- Memperhatikan :
- makna lugas ( makna sebenarnya /makna denotasi/makna leksikal ( makna kamus/leksikon )
misal: luka dan bisa kubawa berlari (Chairil Anwar)
Luka adalah bagian tubuh atau
bagian lain yang teriris pisau misalnya. Bisa adalah racun/sejenis cairan dari ular yang mematikan.
- makna kias (bukan makna sebenarnya/makna konotasi /makna tambahan/makna gramatikal )
Luka dan bisa artinya segala
yang membuat kita sakit, menyusahkan hati, dendam dsb.
- makna lambang ( makna kias yang tertuju pada simbol atau lambang tertentu )
bintang melambangkan ketuhanan
ibu pertiwi melambangkan tanah air
bunglon melambangkan orang yang tidak punya pendirian
melati melambangkan kesucian
- makna citraan (pengimajinasian)
1.
citraan penglihatan
:
Teja dan cerawat masih gemilang
Memuramkan bintang mulia raya
Menjadi pudar padam cahaya
Timbul tenggelam berulang-ulang
(Pagi-pagi,
Muh.Yamin)
2. Citraan pendengaran :
Blik-blok, blek-blok
Berjam-jam menumbuk padi
Ia
menyanyi sedikit-sedikit
Supaya kuat menumbuk padi
(Perempuan
Menumbuk Padi, M.R. Dayoh)
3. Citraan perabaan
/ perasaan
Pikulan berat, beban berat
Menekan bahu, bahu lemah
Kaki sakit, badan penat
Di mana
pasar? Masih jauhkah?
(Pekerjaan
Anak, A. Hasjmi)
4. Citraan pengecapan:
Gula-gula itu memang manis
Bunyi sebuah merek promosi
Diam-diam bisnis gula-gula memenuhi
kebutuhan devisa
......................................................
(Gula-gula,
Joss Sarhadi)
5. Citraan penciuman:
Beta bertanam bunga cempaka
Di tengah halaman tanah pusaka
Supaya selamanya, segenap ketika
Harum
berbau semerbak belaka
Gubahan, Muh.
Yamin)
6. Citraan gerak:
Lemah
gemulai lembut derana
Bertiuplah sepantun ribut
Menuju gunung arah ke sana
Membawa awan bercampur kabut
(Gita Gembala, Muh. Yamin)
- makna utuh
Chairil Anwar sebagai
manusia biasa mengakui bahwa ia bertuhan dan selalu menjalani perintah
agamanya. Namun, kedekatan atau keimanannya kepada Tuhan mulai merosot/luntur.
Bahkan, ia mulai melupakan Tuhannya. Kehidupannya menjadi tiada berarti.
Chairil sadar bahwa manusia itu tidak bisa lepas dari kekuasaan Tuhan.
Akhirnya, ia pun kembali berserah diri kepada Tuhan dan bertobat kepada-Nya.
Tambahan:
Untuk
memahami sebuah puisi sebaiknya kita harus memahami unsur intrinsik (unsur dalam : tema, amanat, nada dan
suasana) dan unsur ekstrinsiknya (unsur luar :
kondisi masyarakat (kondisi sosial) saat puisi diciptakan, latar belakang
kehidupan seniman penciptanya (penyairnya), dan motivasi terciptanya puisi yang
bersangkutan
PARAFRASE
Parafrase
adalah mengubah bahasa puisi menjadi bahasa prosa. Memarafrasekan (menyadur)
puisi kadang-kadang mudah , kadang-kadang sulit. Untuk mempermudah pemahaman,
perhatikan petunjuk di bawah ini:
1. Bacalah perlahan-lahan secara cermat puisi yang akan
Anda sadur
2. Catat dan carilah makna kata-kata yang sulit dengan
menggunakan kamus
3. Tafsiri makna kata-kata khusus, baik secara kiasan
maupun secara lambang
Hal ini merupakan langkah yang paling sulit, karena sifat kiasan/lambang itu sangat individual (personal). Hal
ini dapat Anda tempuh melalui:
a.
perenungan
sendiri berdasarkan suasana puisi yang bersangkutan
b.
diskusikan dengan
teman-teman (guru)
c.
pendekatan dengan
pribadi penyairnya melalui: otobiografi/biografinya, wawancara, informasi dari
orang lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
4. Lengkapi baris-baris yang pekat dalam puisi yang
bersangkutan, dengan menambahkan bagian-bagian yang sengaja dihilangkanoleh
penyairnya.
5. Beri penanda pertalian : antarbaris dengan baris,
antarbait dengan bait
6. Usahakan menangkap maksud keseluruhan isi puisi (dalam
bentuk konsep)
7. Menceriterakan kembali keseluruhan isi puisi dalam
bentuk prosa.
Contoh:
KARANGAN
BUNGA
Tiga
anak kecil
Dalam
langkah malu-malu
Datang
ke Salemba
Sore
itu
“Ini
dari kami bertiga
pita
hitam pada karangan bunga
sebab
kami ikut berduka
bagi
kakak yang ditembak mati siang tadi.”
Tirani, Taufiq Ismail
Langkah-langkah
membuat parafrase:
1. Membaca puisi Karangan Bunga denga perasaan secara
cermat, dan perlahan-lahan
2. Mencatat dan mencari makna kata-kata yang sulit. ( di
sini tidak ada yang sulit)
3. Beberapa kata kias/lambang yang dapat kita jadikan
kunci untuk membuat parafrase. ( di sini kata-katanya bermakna lugas, dan tak
ada kata kias/lambang)
4. dan 5 Melengkapi baris-baris yang pekat dengan
bagian-bagian yang dihilangkan oleh penyairnya, dan memberi penanda hubungan
(bagian-bagian yang untuk melengkapi atau tanda-tanda baca yang ditambahkan
diberi tanda kurung).
KARANGAN
BUNGA
(ada) tiga (orang)
anak kecil
dalam langkah
malu-malu (,)
datang ke Salemba
(pada) sore itu (.)
(mereka berkata
sambil menyerahkan sesuatu)(,)
“Ini dari kami
bertiga (,)
pita hitam pada
(sebuah) karangan bunga (.)
(kami serahkan ini)
(,) sebab kami ikut berduka
bagi kakak (kami)
yang ditembak mati
(pada) siang tadi(.)”
(6) Menangkap maksud keseluruhan isi
puisi ( dalam bentuk konsep)
-
Pada suatu sore
tiga orang anak kecil dengan agak malu datang ke Salemba.
-
Mereka
menyerahkan sebuah karangan bunga berpita hitam untuk yang mereka anggap
kakaknya yang mati ditembak pada siang hari itu.
(7) Menceriterakan kembali keseluruhan si
puisi dalam bentuk prosa yang jelas
( menjadi sebuah parafrase atau
saduran)
Pada suatu sore,
datanglah tiga orang anak kecil ke Salemba dalam langkah malu-malu. Mereka
menyerahkan sebuah karangan bunga yang berpita hitam sebagai tanda ikut berduka
cita terhadap kakak mereka (orang yang dianggap kakak) yang telah ditembak mati
pada siang hari itu.
SUBUH
Kalau
subuh kedengaran tabuh
Semua
sepi sunyi sekali
Bulan
seorang tertawa terang
Bintang
mutiara bermain cahaya
Terjaga
aku tersentak duduk
Terdengar
irama panggilan jaya
Naik
gembira meremang roma
Terlihat
panji terkibar di muka
Seketika
teralpa
Masuk
bisik hembusan setan
Meredakan
darah debur gemuruh
Menjatuhkan
kelopak mata terbuka
Terbaring
badanku tiada berkuasa
Tertutup
mataku berat semata
Terbuka
layar gelanggang angan
Terulik
hatiku di dalam kelam
Tetapi
hatiku, hatiku kecil
Tiada
terlayang di awang dendang
Menangis
ia bersuara seni
Ibakan
panji tiada berdiri.
Nyanyi Sunyi, Amir Hamzah
Langkah
membuat parafrase:
1. Membaca puisi SUBUH denga perasaan, secara cermat dan
perlahan.
2. Mencatat dan mencarai makna kata-kata sulit
Tabuh = beduk
Meremang = seram, tegak
(tentang bulu badan)
Roma = bulu (rambut) yang halus
pada tubuh, bulu kuduk
Panji = bendera
(terutama yang berbentuk segi panjang)
Teralpa = lalai,lengah
Terulik = tertidur
Dendang = nyanyian untuk
bersenang-senang hati (sambil bekerja)
Awang = angkasa
Bersuara seni = bersuara kecil tinggi
3. menafsiri dan mencatat makna kata-kata khusus sebagai
kiasan/lambang. Karena sulit, lebih baik didiskusikan dengan teman
panggilan jaya =
suara azan
terlihat panji terkibar di muka =
terdengar perintah Allah (melakukan
sembahyang) sudah teringat
darah debur gemuruh =
gairah(semangat) untuk melakukan sembahyang
menjatuhkan kelopak mata terbuka = menjadikan mata terlelap
terbuka layar gelanggang angan = timbul niat untuk bersembahyang
terulik hatiku di dalam kelam =
kini tidur pulas dalam kelam
tiada terlayang di awang dendang = terasa tidak merasa tenang dan tidak
merasa tenteram.
menangis ia bersuara seni =
hatinya menangis menjerit-jerit
Ibakan panji tiada terdiri = menyesali diri karena tidak mematuhi
perintah Allah ( sembahyang)
4. dan 5
Melengkapi baris-baris yang pekat, memberikan penanda hubungan,
menggantikan tafsiran makna kias/lambang kepada kata-kata khusus:
SUBUH
Kalau (waktu) subuh kedengaran tabuh (:)
Semua (masih dalam keadaan) sepi sunyi sekali (,)
Bulan (laksana) seorang (yang sedang) tertawa terang (,)
Bintang (laksana) mutiara (yang) bermain cahaya.
Terjaga aku(dengan spontan) dan tersentak (untuk) duduk(<), (karena)
Terdengar irama suara azan (yang membuat hatiku)
Menjadi gembira (dan) tegak bulu kudukku(,) (karena)
Teringat akan perintah Allah untuk bersembahyang.
Seketika teralpa (aku, karena)
Masuk bisikan hembusan setan, (yang)
Meredakan gairah atau semangat untuk bersembahyang(,)dan
Menjadi mata terlelap (,) (sehingga)
Terbaring badanku tiada kuasa(, ) (karena)
Tertutup mataku (dan) berat semata (padahal)
(semula) timbul niat untuk bersembahyang (,)
(tak kusadari) kini aku tidur pulas dalam kelam.
Tetapi hatiku,hati kecilku
Terasa tidak merasa senang dan tenteram (dan)
Menangis menjerit-jerit
Menyesali diri karena tidak mematuhi perintah Allah (untuk bersembahyang)
(6) Mengungkap maksud keseluruhan isi puisi (dalam bentuk
konsep)
SUBUH
Waktu subuh terdengar tabuh:
Suasanan di sekelilingnya sepi, bulan dan bintang masih menunjukkan
cahayanya yang terang
Mendengar suara azan dengan sepontan ia terjaga dan tersentak duduk,
merasa gembira sehingga tegak bulu kuduknya karena masih berkesempatan untuk
melakukan sembahyang.
Tiba-tiba
niat itu hilang lenyap karena terpengaruh bisikan setan. Mata menjadi terpejam,
tidur pulas dalam kelam, sehingga tidak jadi bersembahyang.
Akibatnya, hati kecilnya selalu tidak merasa senang dan tidak tenteram.
Hatinya menangis menjerit-jerit menyesali diri, karena tidak mematuhi perintah
Allah untuk bersembahyang .
(7) Menceriterakan kembali keseluruhan isi puisi dalam
bentuk prosa yang jelas
(menjadi sebuah
parafrase/saduran)
SUBUH
Pada waktu subuh, terdengar suara tabuh. Suasana
keliling sangat sepi. Hanya bulan dan bintang di angkasa masih nampak
bercahaya. Pada waktu itu terdengar oleh penyair suara azan. Ia terjaga dan
tersentak duduk. Hatinya merasa sangat bahagia karena masih diberi kesempatan
untuk menjalankan sembahyang. Demikian gembiranya sehingga berdiri bulu kuduknya.
Tetapi tiba-tiba niatnya untuk bersembahyang tersebut hilang karena terperdaya
oleh bisikan setan. Matanya kembali terpejam dan hatinya yang tadi bersemangat
hendak bersembahyang kini tertidur dalam kelam. Tetapi hati kecilnya tidak
dapat tenang. Hati kecilnya menangis, menyesali dirinya yang tidak jadi
menjalankan sembahyang.
PERINGATAN
Dari keterangan-keterangan beserta
contoh-contoh di atas, jelas bahwa membuat parafrase /saduran sebuah puisi itu
ternyata bukanlah memprosakan puisi itu sebaris demi sebaris, melainkan
mengungkapkan kembali keseluruhan isi puisi dalam bentuk prosa, dengan tidak
menghilangkan esensi (makna pokok) isi puisi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar